Nurul Mukhlisa

Nurul Mukhlisa
iseng aja

Sabtu, 28 Maret 2015

suku massenrempulu



Suku Massenrempulu, Tiga Suku yang Bersatu

http://www.kabarkami.com/wp-content/uploads/2012/10/3206550-300x198.jpgKABARKAMI -  Di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, bermukim tiga suku: Enrekang, Duri, dan Marowangin. Ketiga suku tersebut kemudian membentuk suku persatuan bernama suku Massenrempulu.
Secara bahasa Enrekang, Massenrempulu berarti melekat seperti beras ketan. Kalimat yang ingin menunjukkan solidnya persatuan dari ketiga suku tersebut.
Oleh orang Bugis, suku Massenrempulu disapa Masserrembulu, yang berarti jajaran gunung-gunung. Suku Massenrempulu memang tinggal di daerah yang terdiri dari jajaran gunung-gunung. Gunung yang paling terkenal dan sering dikunjungi para pendaki adalah gunung Nona dan gunung Latimojong.
Di daerah pegunungan banyak berdiri kampung suku Duri. Suku Marowangin banyak bermukim di kampung yang berbatasan dengan Kabupaten Sidrap. Suku Enrekang banyak bermukim di kota Enrekang.
Selain berbeda wilayah, bahasa suku Enrekang, Duri, dan Marowangin juga berbeda dialeknya, namun tetap akan bertemu dalam pengertian dan pengartian yang sama.
Banyak yang mengatakan, suku Massenrempulu merupakan kombinasi antara suku Bugis dan Toraja. Namun untuk membuktikan hal tersebut, dibutuhkan penelitian mendalam. Yang jelas, suku Massenrempulu tidak memiliki adat yang macam-macam: kematian, pernikahan, pakaian, dan lainnya. Sangat berbeda dengan suku Bugis dan Toraja, bukan?
Dalam pernikahan, misalnya, suku Massenrempulu tidak punya upacara seperti mappacci, korontigi, lekka, dan lainnya. Keluarga perempuan juga sangat malu jika anak gadisnya dilamar dengan materi yang sangat mahal. Sangat berbeda dengan suku Bugis.
Jaman dulu, suku Massenrempulu punya agama animisme bernama Alu’ Tojolo. Namun, seiring masuknya agama Islam, Alu’ Tojolo pun perlahan ditinggalkan. Terhitung hanya kampung Bakara yang penduduknya banyak menganut Alu’ Tojolo. Mereka biasanya rutin melakukan pertemuan satu-dua kali sebulan dan ritual di gunung Latimojong.
Jaman dulu pula, suku Massenrempulu memiliki stratifikasi sosial, yaitu bangsawan, menengah, dan rakyat jelata. Stratifikasi sosial tersebut kemudian dihapus oleh Kahar Mudzakkar ketika dia dan pasukannya menguasai Enrekang. Menurut Kahar, gelar Puang hanya milik Tuhan, manusia tidak pantas memilikinya.
Penghapusan tersebutlah yang membuat Andi Sose, teman Kahar Mudzakkar, keluar dari pasukan Kahar Mudzakkar dan bergabung dengan TNI. Andi Sose merupakan satu-satunya orang dari suku Massenrempulu yang memakai gelar kebangsawanannya Andi dan dipanggil Puang. Andi Sose adalah pengusaha pemilik Yayasan Andi Sose dengan unit usaha seperti Universitas 45, Gedung Juang 45, dan lainnya.
Saat ini, suku Massenrempulu menganut paham hidup sederhana. Mereka hidup dari bertani, berdagang, dan menjadi pegawai. Sebagian lagi merantau ke Makassar, Toraja, Kendari, bahkan sampai ke kota-kota di luar Sulawesi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar