Jika
pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan
tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan atau tidak
ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang dinamakan
dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).
Bantuan hidup dasar
terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup
seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana
menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan
dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh
korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel
otak.
Penilaian dan perawatan
yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan
ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus
termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.
Bila tindakan ini
dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan
istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).
Untuk memudahkan
pelaksanaannya maka digunakan akronim A- B - C
yang berlaku universal.
A = Airway control atau
penguasaan jalan nafas
B = Breathing Support atau
bantuan pernafasan
C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi
lebih dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar.
Setiap tahap ABC pada RJP
diawali dengan fase penilaian :
penilaian respons, pernafasan dan nadi.
penilaian respons, pernafasan dan nadi.
Penilaian respons.
Setelah
memastikan keadaan aman (penilaian korban
bag. 1), maka penolong yang tiba ditempat kejadian harus
segera melakukan penilaian dini (penilaian korban
bag. 2). Lakukan penilaian respons dengan cara menepuk
bahu korban dan tanyakan dengan suara lantang.
Aktifkan sistem SPGDT
Di
beberapa daerah yang Sistem Penanganan Gawat Darurat Terpadunya sudah berjalan
dengan baik, penolong dapat meminta bantuan dengan nomor akses yang ada. Bila
penolong adalah tim dari sistem SPGDT maka tidak perlu mengaktifkan sistem
tersebut. Prinsipnya adalah saat menentukan korban tidak respons maka ini harus
dilaporkan untuk memperoleh bantuan.
Airway Control (Penguasaan Jalan
Nafas)
Bila
tidak ditemukan respons pada korban maka langkah selanjutnya adalah penolong
menilai pernafasan korban apakah cukup adekuat? Untuk menilainya maka korban
harus dibaringkan terlentang dengan jalan nafas terbuka.
Airway control
|
Lidah paling sering menyebabkan
sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada respons, karena
pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi lemas termasuk
otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan nafas jadi
tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada bayi dan
anak.
Penguasan jalan nafas merupakan
prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari yang
sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan yang
lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih terganggu.
Beberapa
cara yang dikenal dan sering dilakukan untuk membebaskan jalan nafas
1.
Angkat
Dagu Tekan Dahi :
Angkat Dagu Tekan Dahi
|
Teknik
ini dilakukan pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher
maupun tulang belakang. Akan dijelaskan lebih lanjut disini.
2.
Perasat
Pendorongan Rahang Bawah (Jaw Thrust Maneuver)
Jaw Thrust Maneuver
|
Teknik
ini digunakan sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini
sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan
nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang. Dengan teknik
ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal. Akan
dijelaskan lebih lanjut disini.
Ingat : Teknik ini hanya untuk
korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang
1.
Pemeriksaan
Jalan Nafas
Setelah jalan nafas terbuka, maka
periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik dan bersih
sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas dapat
ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.
Perhatikan pengucapannya apakah
baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan
gangguan mental.
Untuk korban
yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus
diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam
saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara
pemeriksaan jalan nafas.
2.
Membersihkan
Jalan Nafas
a.
Posisi
Pemulihan
Bila
korban dapat bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher,
tulang punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan
ini maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi
miring mantap.
Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.
Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.
b.
Sapuan
Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas.
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas.
B.
BREATHING
SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)
Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong
harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.
|
Breathing Support
|
Teknik
yang digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan yaitu:
A. Menggunakan mulut penolong:
1. Mulut ke masker RJP
2. Mulut ke APD
3. Mulut ke mulut / hidung
B. Menggunakan alat bantu:
Masker berkatup
|
Kantung masker berkatup (Bag Valve Mask / BVM)
Frekuensi pemberian nafas buatan:
Dewasa : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik
Anak (1-8th) : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi (0-1th) : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi baru lahir : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita
Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas.
Beberapa tanda-tanda pernafasan:
1. Adekuat (mencukupi)
- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan
- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman
- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)
2. Kurang Adekuat (kurang mencukupi)
- Gerakan dada kurang baik
- Ada suara nafas tambahan
- Kerja otot bantu nafas
- Sianosis (kulit kebiruan)
- Frekuensi kurang atau berlebihan
- Perubahan status mental
Frekuensi pemberian nafas buatan:
Dewasa : 10 - 12 x pernafasan / menit, masing-masing 1,5 - 2 detik
Anak (1-8th) : 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi (0-1th) : lebih dari 20 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bayi baru lahir : 40 x pernafasan / menit, masing-masing 1 - 1,5 detik
Bahaya bagi penolong yang melakukan bantuan pernafasan dari mulut ke mulut:
- Penyebaran penyakit
- Kontaminasi bahan kimia
- Muntahan penderita
Saat memberikan bantuan pernafasan petunjuk yang dipakai untuk menentukan cukup tidaknya udara yang dimasukkan adalah gerakan naiknya dada. Jangan sampai memberikan udara yang berlebihan karena dapat mengakibatkan udara juga masuk dalam lambung sehingga menyebabkan muntah dan mungkin akan menimbulkan kerusakan pada paru-paru. Jika terjadi penyumbatan jalan nafas maka lakukan kembali Airway Control seperti yang dijelaskan diatas.
Beberapa tanda-tanda pernafasan:
1. Adekuat (mencukupi)
- Dada dan perut bergerak naik dan turun seirama dengan pernafasan
- Udara terdengar dan terasa saat keluar dari mulut / hidung
- Korban tampak nyaman
- Frekuensinya cukup (12-20 x/menit)
2. Kurang Adekuat (kurang mencukupi)
- Gerakan dada kurang baik
- Ada suara nafas tambahan
- Kerja otot bantu nafas
- Sianosis (kulit kebiruan)
- Frekuensi kurang atau berlebihan
- Perubahan status mental
3.Tidak Bernafas
- Tidak ada gerakan dada dan perut
- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung
Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.
C. CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.
- Tidak ada gerakan dada dan perut
- Tidak terdengar aliran udara melalui mulut atau hidung
- Tidak terasa hembusan nafas dari mulut atau hidung
Bila menggunakan masker atau APD, pastikan terpasang dengan baik dan tidak mengalami kebocoran udara saat memberikan bantuan pernafasan.
C. CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.
Circulatory Support
|
Penekanan
dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri
dan kanan. Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
- Dewasa : 4 - 5 cm
- Anak dan bayi : 3 - 4 cm
- Bayi : 1,5 - 2,5 cm
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.
Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.
- Dewasa : 4 - 5 cm
- Anak dan bayi : 3 - 4 cm
- Bayi : 1,5 - 2,5 cm
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.
Pada saat terhentinya kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.
KEPUSTAKAAN
Barry A,
Shapiro, MD,DABa, FCCP, Cs : Clinical Application of Respitory Care, 49 –53
Laurence
Martin, Md, FACP, FCEP. Pulmonary Psyology Inclinical Practise, 1987, 33 – 39
Rahardjo
E, Penanganan gangguan Nafas dan Pernafasan Buatan Mekanik , 1997, 1- 5
Robert,
M.K, PHD and James K. Stoller, MD., Current Respiratory Care, 1988,90 - 92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar