Suku Massenrempulu, Tiga Suku yang Bersatu
KABARKAMI - Di Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan, bermukim tiga suku: Enrekang, Duri, dan Marowangin.
Ketiga suku tersebut kemudian membentuk suku persatuan bernama suku
Massenrempulu.
Secara bahasa Enrekang, Massenrempulu berarti melekat
seperti beras ketan. Kalimat yang ingin menunjukkan solidnya persatuan dari
ketiga suku tersebut.
Oleh orang Bugis, suku Massenrempulu disapa
Masserrembulu, yang berarti jajaran gunung-gunung. Suku Massenrempulu memang
tinggal di daerah yang terdiri dari jajaran gunung-gunung. Gunung yang paling
terkenal dan sering dikunjungi para pendaki adalah gunung Nona dan gunung
Latimojong.
Di daerah pegunungan banyak berdiri kampung suku Duri.
Suku Marowangin banyak bermukim di kampung yang berbatasan dengan Kabupaten
Sidrap. Suku Enrekang banyak bermukim di kota Enrekang.
Selain berbeda wilayah, bahasa suku Enrekang, Duri,
dan Marowangin juga berbeda dialeknya, namun tetap akan bertemu dalam
pengertian dan pengartian yang sama.
Banyak yang mengatakan, suku Massenrempulu merupakan
kombinasi antara suku Bugis dan Toraja. Namun untuk membuktikan hal tersebut,
dibutuhkan penelitian mendalam. Yang jelas, suku Massenrempulu tidak memiliki
adat yang macam-macam: kematian, pernikahan, pakaian, dan lainnya. Sangat
berbeda dengan suku Bugis dan Toraja, bukan?
Dalam pernikahan, misalnya, suku Massenrempulu tidak
punya upacara seperti mappacci, korontigi, lekka, dan lainnya. Keluarga
perempuan juga sangat malu jika anak gadisnya dilamar dengan materi yang sangat
mahal. Sangat berbeda dengan suku Bugis.
Jaman dulu, suku Massenrempulu punya agama animisme
bernama Alu’ Tojolo. Namun, seiring masuknya agama Islam, Alu’ Tojolo pun
perlahan ditinggalkan. Terhitung hanya kampung Bakara yang penduduknya banyak
menganut Alu’ Tojolo. Mereka biasanya rutin melakukan pertemuan satu-dua kali
sebulan dan ritual di gunung Latimojong.
Jaman dulu pula, suku Massenrempulu memiliki
stratifikasi sosial, yaitu bangsawan, menengah, dan rakyat jelata. Stratifikasi
sosial tersebut kemudian dihapus oleh Kahar Mudzakkar ketika dia dan pasukannya
menguasai Enrekang. Menurut Kahar, gelar Puang hanya milik Tuhan, manusia tidak
pantas memilikinya.
Penghapusan tersebutlah yang membuat Andi Sose, teman
Kahar Mudzakkar, keluar dari pasukan Kahar Mudzakkar dan bergabung dengan TNI.
Andi Sose merupakan satu-satunya orang dari suku Massenrempulu yang memakai
gelar kebangsawanannya Andi dan dipanggil Puang. Andi Sose adalah pengusaha
pemilik Yayasan Andi Sose dengan unit usaha seperti Universitas 45, Gedung
Juang 45, dan lainnya.
Saat ini, suku Massenrempulu menganut paham hidup
sederhana. Mereka hidup dari bertani, berdagang, dan menjadi pegawai. Sebagian
lagi merantau ke Makassar, Toraja, Kendari, bahkan sampai ke kota-kota di luar
Sulawesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar